2020 Indonesia Datangkan Rektor Asing
Indotribun.id – 2020 Indonesia Datangkan Rektor Asing. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menargetkan untuk merekrut rektor asing mulai 2020 mendatang.
“Ini perlu challenge kembali. Saya lebih keras lagi sekarang,” ungkap Nasir dilansir dari CNNIndonesia, Jumat (2/8/2019).
Nasir meyakini Indonesia memang membutuhkan tantangan untuk mengembangkan kemampuan. Seperti, tenaga pendidik di Indonesia saat ini yang memerlukan persaingan agar bisa berkembang.
Ia juga menyampaikan bahwa untuk merekrut rektor asing tidak sembarangan. Ada beberapa syarat bagi mereka yang wajib dipenuhi. Para rektor asing itu setidaknya harus memenuhi tiga syarat utama yang telah disiapkan. Syarat itu meliputi networking, experience, dan yang ketiga manajerial di bidang riset.
Tentu para rektor harus punya network. Kedua, experience dia dalam mengelola perguruan tinggi seperti apa, mampukah meningkatkan rating satu perguruan tinggi menjadi lebih baik. Dan yang ketiga mampukah mengelola perguruan tinggi khusus Indonesia supaya menjadi lebih bagus dari hasil risetnya,” tutur Nasir.
Nasir menambahkan, nantinya tidak hanya rektor yang bisa direkrut dari luar negeri. Ia mengusulkan untuk kampus-kampus kalau bisa menerima dosen pengajar dari luar negeri juga.
Kalau dosen sifatnya homogen tidak akan maju. Rata-rata perguruan tinggi di Indonesia hampir homogen. “Kalau perguruan tinggi luar sudah ada dosen asing. Meneliti dan bekerja sama. Ini harus kita dorong,” ujarnya.
Latar Belakang dan Tujuan Utama Kebijakan
Gagasan “impor rektor” ini tidak muncul tanpa alasan. Tujuan utama yang dikemukakan oleh Menristekdikti Mohamad Nasir adalah untuk mendongkrak peringkat PTN Indonesia agar bisa masuk dalam jajaran 100 besar universitas top dunia. Menurutnya, salah satu kendala utama yang dihadapi adalah sulitnya membangun ekosistem riset yang produktif dan jaringan internasional yang kuat.
Rektor asing, terutama yang berasal dari universitas kelas dunia, diharapkan dapat membawa beberapa keunggulan strategis:
-
Jaringan Internasional: Membuka akses yang lebih luas bagi dosen dan mahasiswa untuk berkolaborasi dengan institusi riset dan universitas terkemuka di luar negeri.
-
Budaya Akademik Unggul: Menanamkan etos kerja, budaya riset, dan standar akademik kelas dunia yang dapat diadopsi oleh seluruh sivitas akademika.
-
Peningkatan Publikasi Ilmiah: Mendorong peningkatan jumlah dan kualitas publikasi ilmiah di jurnal-jurnal internasional bereputasi, yang menjadi salah satu indikator utama pemeringkatan universitas global.
-
Transfer Pengetahuan Manajerial: Membawa pengalaman dalam mengelola universitas modern yang efisien, inovatif, dan mampu menarik talenta-talenta terbaik dari seluruh dunia.
Pada awalnya, pemerintah menargetkan sekitar lima PTN Berbadan Hukum (PTN-BH) yang dianggap paling siap untuk dipimpin oleh rektor asing, mengingat otonomi yang lebih besar yang dimiliki oleh status PTN-BH.
Pro dan Kontra yang Mengemuka
Wacana ini langsung membelah opini publik menjadi dua kubu yang berseberangan.
Pihak yang Mendukung (Pro): Kelompok yang setuju berpendapat bahwa ini adalah “terapi kejut” yang diperlukan untuk keluar dari zona nyaman. Mereka menilai bahwa kehadiran rektor asing dapat memutus mata rantai birokrasi yang terkadang menghambat inovasi di lingkungan kampus. Selain itu, langkah ini dianggap sebagai simbol keterbukaan dan komitmen Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam panggung pendidikan global.
Pihak yang Menentang (Kontra): Sementara itu, kritik tajam datang dari berbagai pihak. Alasan utama penolakan adalah:
-
Nasionalisme dan Kedaulatan Akademik: Posisi rektor dianggap sebagai jabatan strategis yang seharusnya diisi oleh putra-putri terbaik bangsa. Menyerahkan kepemimpinan PTN kepada warga negara asing dinilai mencederai semangat nasionalisme.
-
Kendala Regulasi: Aturan kepegawaian, seperti status Aparatur Sipil Negara (ASN) bagi rektor PTN, menjadi ganjalan hukum yang serius. Muncul pertanyaan mengenai status kepegawaian, hak, dan kewajiban rektor asing tersebut.
-
Perbedaan Konteks Budaya: Dikhawatirkan rektor asing tidak akan sepenuhnya memahami konteks sosial, budaya, dan filosofi pendidikan nasional Indonesia, termasuk implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mencakup pengabdian kepada masyarakat.
-
Potensi sumber daya Internal: Banyak pihak yang percaya bahwa Indonesia memiliki banyak akademisi berkualitas yang mampu memimpin PTN menuju kelas dunia, asalkan diberi dukungan, otonomi, dan sumber daya yang memadai.
Bagaimana Akhir dari Wacana Ini?
Seiring berjalannya waktu dan setelah melalui berbagai diskusi publik serta kajian mendalam, rencana untuk mendatangkan rektor asing secara penuh tidak pernah terealisasi. Pemerintah, yang kemudian diwakili oleh Nadiem Makarim setelah pergantian kabinet, tampaknya lebih memilih jalur lain untuk internasionalisasi kampus.
Meskipun gagasan “impor rektor” tidak terwujud, diskursus yang terjadi telah memberikan dampak positif. Wacana ini berhasil memantik kesadaran kolektif tentang urgensi peningkatan kualitas dan daya saing perguruan tinggi di Indonesia. Program-program seperti mengundang visiting professor kelas dunia, memperkuat kolaborasi riset internasional, dan mendorong publikasi ilmiah menjadi lebih gencar dilakukan sebagai alternatif yang lebih realistis.
Pada akhirnya, gagasan Menristekdikti 2020 ini menjadi salah satu episode penting dalam sejarah pendidikan tinggi Indonesia, sebuah pengingat bahwa jalan menuju universitas kelas dunia memerlukan terobosan, tetapi juga harus mempertimbangkan kedaulatan, regulasi, dan konteks kebangsaan.
Editor: Latif Fianto