Mahasiswa Tambah Pengangguran di Kota Malang

Bisnis1998 Views

Mahasiswa Tambah Pengangguran di Kota Malang

Indotribun.id – Mahasiswa Tambah Pengangguran di Kota Malang. Para mahasiswa yang setelah lulus dari perguruan tinggi menjadi salah satu penyebab penambah angka pengangguran di Kota Malang. Hal itu dibenarkan oleh PLT Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Malang, Supranoto, bahwa pengangguran terbuka di kota pendidikan itu didominasi mahasiswa yang memilih masih menetap di Kota Malang meskipun mereka sudah selesai masa kuliahnya.

“Jadi sebenarnya pengangguran terbuka di daerah ini yang jumlahnya ribuan itu disumbang oleh para mahasiswa, baik yang masih menempuh pendidikan, maupun mareka yang sudah menyelesaikan studinya. Mereka tidak mau kembali ke tanah kelahirannya (kampung halaman),” katanya.

Di tahun ini, katanya, angka pengangguran mengalami penurunan. Data yang diambil dari Disnaker pada tahun 2019, turun menjadi 6,9 persen atau sekitar 7.000 orang. Sedangkan data pada tahun lalu tingkat pengangguran masih jauh di atas 7,2 persen.

“Itu kami ambil dari data warga Malang asli, bukan yang menetap sementara,” ucapnya.

Suprapto menambahkan, ia gencar melakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang sekiranya ada lowongan supaya bisa dimasuki pekerja, lalu pihaknya akan melakukan sosialisai kepada masyarakat yang membutuhkan pekerjaan.

“Selain itu kami juga rutin mengadakan bursa kerja (Job Fair) dengan cara menggandeng beberapa piha, termasuk perusahaan. Berharap semoga dengan cara ini akan semakin banyak menyerap tenaga kerja,” imbuhnya.

 

Membaca Data BPS 2019: Ironi di Kota Pendidikan

Laporan BPS Kota Malang untuk periode Agustus 2019 menyorot sebuah realita yang kompleks. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di kota ini menunjukkan bahwa persentase pengangguran tertinggi tidak datang dari lulusan SD atau SMP, melainkan dari mereka yang memegang ijazah diploma dan sarjana.

Fenomena ini menegaskan bahwa memiliki gelar pendidikan tinggi pada saat itu bukanlah jaminan untuk langsung mendapatkan pekerjaan, terutama di kota yang setiap tahunnya “memproduksi” puluhan ribu sarjana baru. Kota Malang mengalami surplus tenaga kerja terdidik yang signifikan.

 

Mengapa Hal Ini Terjadi? Analisis Faktor Penyebab

Lonjakan pengangguran terdidik di Malang pada tahun 2019 bukanlah sebuah kejadian tunggal, melainkan puncak dari beberapa faktor sistemik yang saling berkaitan.

1. Ketidakseimbangan antara Pasokan dan Permintaan (Supply and Demand)

Ini adalah akar masalah utamanya. Sebagai kota pendidikan, Malang memiliki “pasokan” lulusan sarjana yang melimpah ruah. Universitas-universitas besar seperti Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, dan Universitas Muhammadiyah Malang meluluskan puluhan ribu mahasiswa setiap tahunnya. Di sisi lain, “permintaan” atau ketersediaan lapangan kerja formal di sektor industri dan korporasi di dalam Kota Malang sendiri tidak mampu menyerap seluruh lulusan tersebut.

2. Mismatch Keterampilan (Skills Gap)

Terjadi kesenjangan antara kualifikasi yang dimiliki oleh para lulusan baru dengan kompetensi yang sebenarnya dibutuhkan oleh dunia industri lokal. Banyak kurikulum perguruan tinggi pada saat itu yang mungkin masih bersifat sangat teoretis dan belum sepenuhnya selaras dengan kebutuhan pasar kerja yang dinamis, yang menuntut keterampilan praktis dan teknis.

3. Preferensi dan Ekspektasi Pencari Kerja

Banyak lulusan yang merasa nyaman dengan kualitas hidup di Malang dan memilih untuk mencari kerja di kota ini setelah lulus. Namun, ekspektasi mereka terhadap jenis pekerjaan dan standar gaji seringkali tidak sesuai dengan realita pasar kerja lokal. Mereka cenderung mencari pekerjaan kantoran di perusahaan besar dengan gaji tinggi, yang jumlahnya terbatas di Malang dibandingkan dengan kota metropolitan seperti Jakarta atau Surabaya. Hal ini menyebabkan periode menganggur yang lebih lama sembari mencari pekerjaan yang “ideal”.

4. Kewirausahaan Belum Menjadi Pilihan Utama

Meskipun pemerintah dan universitas mulai mendorong semangat kewirausahaan, pada tahun 2019, pola pikir mayoritas lulusan masih berorientasi untuk menjadi pencari kerja (job seeker), bukan pencipta kerja (job creator). Minimnya ekosistem pendukung dan akses permodalan membuat pilihan untuk berwirausaha terasa lebih berisiko.

 

Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Universitas

Menghadapi tantangan ini, berbagai pihak tidak tinggal diam. Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) secara rutin menggelar bursa kerja (job fair) untuk menjembatani pencari kerja dengan perusahaan.

Di sisi lain, perguruan tinggi juga mulai menggalakkan program-program pusat karier (career center), pelatihan soft skill, dan seminar kewirausahaan untuk membekali mahasiswa dengan keterampilan tambahan yang relevan dengan dunia kerja.

 

Editor: Latif Fianto

Comment