BMKG Prediksi Indonesia Terancam Kekeringan
Malang, Indotribun.id – BMKG Prediksi Indonesia Terancam Kekeringan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisiki (BMKG) prediksi Indonesia alami kekeringan panjang. Itu disebabkan curah hujan sedikit dan musim kemarau yang berkepanjangan.
Karenanya, Badan Nasional Penggulangan Bencana (BNPB), sebelumnya sudah mengantisipasi dan melakukan pemetaan terhadap wilayah-wilayah yang dampaknya paling parah. Disebut pulau Jawa mengalami dampak kekeringan terparah.
“Wilayah yang cukup serius alami kemarau panjang itu ada di wilayah Jawa, meliputi empat provinsi, yaitu, Jawa Timur, Jawa, Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakarta. Selain itu pula Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Bali mengalami hal serupa,” ungkap Kepala Bidang Humas BNPB, Rita Rosita, dikutip dari Liputan6.com,Jumat (23/08/19).
Rita menegaskan, BNPB siap memberikan bantuan dalam mendistribusikan air bersih bagi warga yang membutuhkan ke lokasi yang mengalami dampak kekeringan.
Ia juga menambahkan, jikalau kebutuhan masyarakat masih belum terpenuhi semua mengenai air bersih, BNPB sudah mempunyai strategi lain.
“Jika tidak ada air, maka terpaksa solusi terakhir membuat Teknologi Modifikasi Cuaca (TCM) supaya hujannya turu,” pungkasnya.
Prediksi Menjadi Kenyataan: Dampak Lintas Sektor di Agustus 2019
Peringatan BMKG terbukti akurat. Memasuki bulan Agustus dan September 2019, laporan mengenai dampak kekeringan mulai mendominasi pemberitaan nasional. Prediksi tersebut mewujud menjadi krisis nyata yang memukul berbagai sektor kehidupan masyarakat.
Krisis Air Bersih Merata: Wilayah yang dipetakan BMKG sebagai zona merah menjadi yang paling menderita. Jutaan warga di berbagai kabupaten di Jawa, Bali, NTB, dan NTT mengalami krisis air bersih yang parah. Sumur-sumur mengering, sungai menyusut, dan waduk mencapai level kritis. Pemandangan truk tangki air dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan lembaga sosial yang menyalurkan bantuan air bersih menjadi pemandangan umum. Warga harus mengantre berjam-jam untuk mendapatkan beberapa jeriken air demi memenuhi kebutuhan dasar.
Ancaman Gagal Panen di Sektor Pertanian: Sektor pertanian menjadi korban utama. Ratusan ribu hektare sawah tadah hujan mengalami puso atau gagal panen. Petani merugi besar karena tanaman padi mereka mati sebelum sempat dipanen. Kekeringan ini mengancam ketahanan pangan nasional dan memaksa pemerintah untuk menyiapkan strategi impor beras guna menjaga stabilitas harga.
Pemicu Bencana Asap Karhutla: Dampak paling destruktif dari kemarau kering 2019 adalah meluasnya Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), terutama di Sumatra dan Kalimantan. Kondisi vegetasi dan lahan gambut yang sangat kering akibat minimnya curah hujan menciptakan kondisi ideal bagi api untuk muncul dan menyebar tak terkendali. Asap tebal menyelimuti kota-kota seperti Pekanbaru, Jambi, Palembang, Palangkaraya, hingga Pontianak, menyebabkan krisis kesehatan pernapasan (ISPA), melumpuhkan aktivitas ekonomi, mengganggu jadwal penerbangan, dan bahkan menyebar hingga ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Pelajaran dari Kemarau 2019: Panggilan untuk Kesiapsiagaan
Peristiwa kekeringan hebat pada 2019 meninggalkan sejumlah pelajaran penting yang sangat relevan hingga hari ini:
Validitas Peringatan Dini: Akurasi prediksi BMKG menunjukkan betapa vitalnya peran sains dan teknologi dalam mitigasi bencana. Mengabaikan peringatan dini berbasis data ilmiah adalah sebuah kelalaian yang bisa berakibat fatal.
Kebutuhan Infrastruktur Air: Krisis air bersih yang meluas menggarisbawahi urgensi pembangunan infrastruktur air seperti waduk, embung, dan jaringan irigasi yang lebih baik untuk menampung air di musim hujan sebagai cadangan di musim kemarau.
Adaptasi Sektor Pertanian: Diperlukan akselerasi program adaptasi iklim di sektor pertanian, seperti penggunaan varietas padi tahan kekeringan dan penerapan kalender tanam yang disiplin mengikuti prediksi cuaca dari BMKG.
Manajemen Lahan Gambut: Karhutla 2019 menegaskan kembali bahwa pencegahan adalah kunci. Restorasi dan pembasahan ekosistem gambut serta penegakan hukum yang tegas terhadap pembakar lahan menjadi agenda yang tidak bisa ditawar.
Pada akhirnya, prediksi BMKG tentang ancaman kekeringan pada Agustus 2019 menjadi sebuah babak penting dalam sejarah kebencanaan iklim di Indonesia. Peristiwa itu adalah bukti nyata bahwa kita hidup di era di mana ancaman perubahan iklim bukan lagi wacana, melainkan realitas yang harus dihadapi. Peringatan BMKG kala itu akan selalu menjadi rujukan, mengingatkan kita bahwa kesiapsiagaan dan mitigasi bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk bertahan.
Editor: LF
Komentar