Pinjol Legal Syariah vs Konvensional: Memahami Perbedaan Akad dan Aturan Bunga
Indotribun.id – Pinjol Legal Syariah vs Konvensional. Perkembangan teknologi finansial (fintech) di Indonesia telah melahirkan beragam pilihan pinjaman online (pinjol) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dua kategori utama yang kini tersedia adalah pinjol konvensional dan pinjol syariah. Keduanya sama-sama terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menjamin aspek legalitas dan keamanan dasarnya.
Namun, di balik status legal yang sama, terdapat perbedaan fundamental dalam prinsip, mekanisme, dan akad yang digunakan. Memahami perbedaan ini sangat penting agar Anda dapat memilih produk pinjaman yang tidak hanya aman, tetapi juga sesuai dengan prinsip dan keyakinan Anda.
Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan mendasar antara pinjol legal syariah dan konvensional, terutama dari sisi akad dan aturan “bunga.
Perbedaan Mendasar: Pinjol Syariah vs. Konvensional
Meskipun sama-sama menyediakan dana, filosofi yang mendasari keduanya sangat berbeda. Pinjol konvensional berfokus pada transaksi pinjam-meminjam uang dengan imbalan bunga, sementara pinjol syariah berlandaskan pada prinsip muamalah dalam Islam yang menghindari riba (bunga), gharar (ketidakjelasan), dan maysir (spekulasi).
Berikut adalah 4 perbedaan utama yang perlu Anda ketahui:
1. Dasar Hukum dan Akad (Kontrak)
Ini adalah perbedaan yang paling fundamental.
-
Pinjol Konvensional: Menggunakan akad perjanjian utang-piutang. Dalam skema ini, perusahaan meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah, dan nasabah wajib mengembalikannya beserta tambahan berupa bunga dalam jangka waktu yang telah disepakati.
-
Pinjol Syariah: Tidak menggunakan akad utang-piutang untuk mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, mereka menggunakan akad-akad syariah yang disesuaikan dengan produknya, di antaranya:
-
Murabahah (Jual Beli): Untuk pinjaman multiguna atau pembelian barang. Fintech akan “membelikan” barang atau jasa yang Anda butuhkan, kemudian “menjualnya” kembali kepada Anda dengan tambahan margin keuntungan yang disepakati di awal. Anda kemudian mencicilnya.
-
Ujrah (Biaya Jasa/Fee): Untuk pinjaman tunai. Fintech tidak memberikan pinjaman berbunga, melainkan menyediakan layanan atau jasa. Atas jasa tersebut, mereka mengenakan biaya (ujrah) yang jumlahnya tetap dan disepakati di muka, tidak peduli seberapa cepat atau lambat Anda melunasinya (selama dalam tenor).
-
Ijarah Multijasa (Sewa Jasa): Untuk pembiayaan jasa seperti pendidikan, perjalanan umrah, atau kesehatan.
-
2. Sumber Keuntungan: Bunga vs. Margin/Ujrah
Cara perusahaan mendapatkan keuntungan menjadi pembeda yang jelas.
-
Pinjol Konvensional: Keuntungan utama dari sistem ini berasal dari penerapan bunga yang dihitung sebagai persentase dari nilai pokok pinjaman. Namun, praktik pengenaan bunga seperti ini umumnya dianggap sebagai riba, yang secara tegas dilarang berdasarkan aturan-aturan dalam syariat Islam.
-
Pinjol Syariah: Keuntungan berasal dari margin jual beli (Murabahah) atau biaya jasa (Ujrah) yang nominalnya sudah pasti dan transparan sejak awal. Besaran margin atau biaya ini tidak akan bertambah seiring berjalannya waktu seperti bunga.
3. Skema Denda Keterlambatan
Bagaimana jika terjadi gagal bayar? Mekanisme dendanya juga berbeda.
-
Pinjol Konvensional: Denda keterlambatan biasanya dihitung sebagai persentase tambahan dari total tagihan dan menjadi sumber pendapatan bagi perusahaan.
-
Pinjol Syariah: Jika ada denda keterlambatan (disebut ta’zir), dana tersebut tidak boleh diakui sebagai pendapatan perusahaan. Denda ini bersifat sebagai efek jera bagi nasabah dan wajib disalurkan sepenuhnya untuk dana sosial atau kebajikan (Dana ZIS).
4. Pengawasan Ganda
Semua pinjol legal diawasi oleh OJK. Namun, pinjol syariah memiliki lapisan pengawasan tambahan.
-
Pinjol Konvensional: Sepenuhnya diawasi oleh OJK untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi keuangan yang berlaku di Indonesia.
-
Pinjol Syariah: Selain diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), semua produk, akad, dan kegiatan operasional juga wajib berada di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS sendiri harus memiliki sertifikasi dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Tugas utama DPS adalah memastikan semua aktivitas bisnis berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Tabel Perbandingan Singkat
Fitur | Pinjol Legal Konvensional | Pinjol Legal Syariah |
Dasar Transaksi | Utang-piutang | Jual beli, sewa, atau jasa |
Akad Utama | Perjanjian Pinjaman | Murabahah, Ijarah, Ujrah |
Imbalan/Profit | Bunga (dianggap Riba) | Margin Keuntungan / Ujrah (Fee) |
Denda | Menjadi pendapatan perusahaan | Disalurkan ke dana sosial |
Pengawasan | OJK | OJK dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) |
Pilihlah Sesuai Kebutuhan dan Prinsip Anda
Baik pinjol legal syariah maupun konvensional adalah produk keuangan yang sah dan diakui oleh negara. Pilihan antara keduanya kembali pada kebutuhan dan prinsip pribadi masing-masing calon peminjam.
Jika Anda mencari produk yang transparan, sesuai dengan kaidah Islam, dan ingin menghindari unsur riba, pinjol syariah adalah pilihan yang tepat. Namun, jika Anda lebih familiar dan nyaman dengan sistem bunga konvensional, pinjol konvensional juga merupakan opsi yang aman selama terdaftar di OJK. Hal terpenting adalah selalu lakukan verifikasi legalitas pinjol melalui kanal resmi OJK sebelum mengambil keputusan.
Frequently Asked Questions (FAQ)
1. Apakah pinjol syariah benar-benar bebas dari riba (bunga)?
Ya. Secara prinsip, pinjol syariah yang diawasi oleh DSN-MUI dan OJK tidak menggunakan sistem bunga. Keuntungan yang mereka peroleh bukan dari meminjamkan uang, melainkan dari margin atas transaksi jual beli (Murabahah) atau biaya tetap atas jasa yang diberikan (Ujrah). Kedua skema ini telah disetujui sebagai alternatif yang sesuai dengan syariat Islam.
2. Bagaimana cara mengetahui sebuah pinjol benar-benar syariah?
Cara termudah adalah dengan mengecek daftar penyelenggara fintech lending di website resmi OJK. OJK memisahkan daftar antara penyelenggara konvensional dan syariah. Selain itu, platform pinjol syariah yang kredibel akan secara transparan mencantumkan nama Dewan Pengawas Syariah (DPS) mereka di situs web atau aplikasi.
3. Apakah denda di pinjol syariah lebih ringan dibandingkan konvensional?
Denda (ta’zir) tidak selalu nominalnya kecil, karena tujuannya adalah memberikan efek jera. Perbedaannya terletak pada pengelolaan dana dari denda, yang tidak boleh menjadi keuntungan perusahaan melainkan dialokasikan untuk kegiatan sosial. Dengan demikian, perusahaan tidak terdorong untuk berharap pelanggan terlambat membayar demi menambah laba.
As an experienced entrepreneur with a solid foundation in banking and finance, I am currently leading innovative strategies as President Director at my company. Passionate about driving growth and fostering teamwork, I’m dedicated to shaping the future of business.