Tahun Baru Islam Membangun Spirit Keislaman dan Kebangsaan

Esai424 Dilihat

Foto: Ilustrasi

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Baqarah: 218).

Tahun baru Islam kali ini cukup memberi kesan. Hampir semua masyarakat Islam merayakannya dengan penuh khidmat dan tafakkur. Hal ini terlihat dengan masifnya beragam kegiatan keislaman di sejumlah masjid dan mushalla yang dikemas dengan kegiatan pengajian. Topik utamanya tentu mengenai jejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dari Mekah ke Madinah.

Begitupun di lembaga-lembaga pendidikan dan ormas-ormas Islam. Mereka menggelar halaqoh keislaman. Upaya ini dimaksudkan untuk merefleksikan kembali nilai-nilai substansi hijrah secara holistik yang diajarkan Nabi muhammad SAW untuk diaktualisasikan ke dalam realitas kehidupan kekinian. Apalagi yang diharapkan dari tindakan ini kalau bukan untuk membangun karakter generasi muda yang religius sebagai Future Islamic Leaders yang akan menciptakan peradaban Islam yang berkemajuan.

Di zaman yang serba canggih saat ini, di mana generasi muda dihadapkan pada problem kemajuan teknologi global yang sangat tidak Islami, pemuda kita lebih candu pada wahyu global berupa game online, daripada wahyu ilahi, Alquran. Dampak westernisasi dan edanisasi nyaris menjadi kiblat style generasi muda kita saat ini. Mereka condong berpikir konsumtif, hedonistik, dan tergiur dengan pola pergaulan hidup yang instan. Bahkan tak jarang kita temui fakta yang memaparkan generasi muda kita terjerat kasus kriminal, seks bebas, narkoba, dan tindakan negatif lainnya yang destruktif.

Karenanya, mereka perlu mendapat bimbingan moral secara intensif, kemudian dihijrahkan Minhajul Fikrahnya dengan basis nilai-nilai Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW. usaha ini pada gilirannya dapat memahamkan mereka bahwa tahun baru Islam adalah momentum koreksi diri umat Islam secara bersama-sama atas perjuangan hidupnya yang telah dilakukan di tahun sebelumnya. Atau dapat menjadi ruang untuk menimbang kebaikan dan keburukan yang telah dilakukan.

Dalam konteks kekinian. Yang dipahami masyarakat kita saat ini adalah bahwa berhijrah sekadar pada tataran formalitas. Ditafsiri sebagai hanya melalui pendekatan fisikal. Berpindah dari satu tempat ke tempat yang baru, sehingga hasilnya tidak berdampak pada proses pembangunan mental ubudiyah. Idealnya, hijrah memiliki visi reformatif dan universal, yaitu membangun kerangka kehidupan yang lebih berprestasi dan berkeadaban.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, visi hijrah harus dimaknai membangun semangat berkeadilan, kebersamaan, toleransi, kedamaian, kerukunan, kemanusiaan dan keakraban sesama anak bangsa. Menghidari konflik antar suku, golongan, menjauhi tindakan rasisme sebagaimana yang baru-baru ini terjadi di Surabaya, yang cukup memalukan, saling fitnah, bulying sesama anak bangsa dan menjadikan Pancasila sebagai payung kehidupan berbangsa dan bernegara. Islam tidak menghendaki fanatisme dan konservatisme, tapi menghendaki moderatisme dan persatuan yang kokoh.

Tak kalah penting juga adanya komitmen mutlak para birokrasi dari berbagai level untuk bersama sama menghindari sifat koruptif, kolutif dan manipulatif yang sampai saat ini menjadi penyakit mental birokrasi kita secara berjamaah. Kesadaran progresif birokrasi untuk tidak korupsi akan menciptakan pemerintahan yang adil dan pembangunan yang merata dalam segala sektor. Maka, semangat dan komitmen utuh dari kalangan birokrasi untuk bersikap dan bertindak anti korupsi sangat urgen sebagai bentuk hijrah yang paling konkret. Itu penting dilakukan agar tahun baru Islam kali ini menghadirkan berkah dan sugesti untuk umat manusia dalam rangka membangun mental kejujuran dan kemanusiaan sesuai petunjuk Al-Quran dan ajaran Rasulullah SAW.

Dalam konteks spiritual makna hijrah adalah beriktikad dan bertekad untuk merubah diri lebih baik secara total. Mulai dari kesalehan individual hingga kesalehan sosial demi meraih rahmat dan keridhaan Allah SWT.

Dengan demikian, dikatakan hijrah apabila telah memenuhi dua syarat. Yaitu, ada sesuatu yang ditinggalkan dan ada sesuatu yang dituju (tujuan). Dua prinsip ini wajib dipenuhi oleh kita yang sedang berhijrah agar hijrah kita berorientasi pada tercapainya martabat kehidupan yang  diridhai Allah SWT. Sebagaimana juga hijrah yang dilakukan Nabi Ibrahim dan Nabi Musa AS dalam mencapai titik perjuangan yang sempurna.

Komentar