Alasan Tulisan Dokter Sulit Dibaca, Bahkan Ada yang Seperti Cacing Kepanasan

Kesehatan909 Dilihat

Alasan Tulisan Dokter Sulit Dibaca, Bahkan Ada yang Seperti Cacing Kepanasan

Indotribun.id, Malang – Alasan Tulisan Dokter Sulit Dibaca, Bahkan Ada yang Seperti Cacing Kepanasan. Jika anda berkunjung kerumah sakit dan meminta anjuran resep dari dokter coba perhatikan tulisannya. Apakah anda dapat langsung mencerna tulisan tersebut dengan baik, atau anda masih fokus membaca tiap huruf yang ada ditulisan resep itu?

Pernahkah Anda berpikir, kenapa kebanyakan dokter sering kali memiliki tulisan yang unik dan sulit dibaca? Bahkan ada yang seperti cacing kepanasan dan sama sekali tak dapat dibaca.

Dilansir dari kompas.com, Dokter spesialis saraf RSIP Dr. Sarjito Sleman, dan Dr. Paryono, Sp.S(K) menyampaikan hal itu sebenarnya tidak semuanya dialami oleh semua dokter. Menurutnya, alasan kebanyakan tulisan dokter sulit dibaca karena terkait efisiensi waktu saja.

“Tidak ada alasannya, biasanya (menulis) buru-buru, cepat. Tidak semua (sulit dibaca), ada banyak yang tulisannya bagus,” ungkap Paryono dikutip dari Kompas.com, Kamis (18/11/2021).

Lanjut Paryono, yang juga merupakan staf pengajar di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), tulisan yang jelek dan sulit dibaca oleh pasien bukan masalah, asalkan apoteker bisa membacanya.

Namun jika apoteker merasa kurang jelas atau tidak yakin, mereka biasanya melakukan konfirmasi ulang kepada dokter.

“Yang penting apoteker bisa membaca dan biasanya kalau tidak jelas, akan dikonfirmasi,” imbuhnya.

Senada dengan dokter Paryono, Sekjen Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Eka Ginanjar menyebut tak semua tulisan dokter sulit dibaca. Bahkan, saat ini dokter sudah banyak yang beralih menggunakan sistem elektronik untuk penulisan resep dan catatan.

“Sekarang tulisan dokter bagus-bagus kok, apalagi sudah pakai sistem komputer rata-rata sekarang,” ujarnya.

Mengutip dari The National Medical Journal of India, alasan paling umum untuk tulisan tangan yang tidak terbaca adalah banyaknya pasien yang harus dilihat. Oleh karena itu, catatan harus segera ditulis dan resep diberikan dalam waktu singkat.

Sebuah studi terkontrol menunjukkan bahwa dokter memiliki tulisan tangan yang tidak lebih buruk daripada sekelompok tenaga kesehatan lainnya, dan jauh lebih baik daripada para eksekutif perawatan kesehatan.

Temuan mengejutkan dari penelitian lain adalah keterbacaan yang buruk terbatas pada huruf alfabet daripada angka. Hal ini mungkin mencerminkan pentingnya keterbacaan dosis obatt daripada nama yang ditekankan oleh dokter.

Untungnya, tulisan tangan yang buruk kini tidak lagi menjadi masalah. Sebab, banyak dokter beralih ke rekam medis elektronik untuk mengurangi kesalahan pembacaan.

 

1. Beban Kerja Super Padat dan Tuntutan Kecepatan

Ini adalah alasan yang paling utama. Bayangkan seorang dokter di poliklinik atau rumah sakit yang ramai. Dalam satu hari, mereka bisa bertemu puluhan pasien. Untuk setiap pasien, dokter harus mendengarkan keluhan, melakukan pemeriksaan, membuat diagnosis, dan menuliskan catatan medis yang detail serta resep obat.

Semua ini harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas, sering kali hanya 10-15 menit per pasien. Tuntutan untuk menulis informasi penting secara cepat dan dalam volume yang sangat besar membuat otak dan tangan memprioritaskan kecepatan di atas kerapian. Coba saja Anda menulis tanpa henti selama satu jam, tulisan tangan Anda pun kemungkinan besar akan menurun kualitasnya. Bagi dokter, ini adalah rutinitas harian mereka.

2. Kelelahan Otot Tangan dan Otak (Fatigue)

Menulis adalah aktivitas motorik halus yang membutuhkan konsentrasi dan kontrol otot. Setelah berjam-jam melakukan pemeriksaan fisik, prosedur medis, dan menulis catatan tanpa henti, otot-otot di tangan dokter mengalami kelelahan. Sama halnya dengan otak mereka. Kelelahan fisik dan mental akibat jam kerja yang panjang dan tingkat stres yang tinggi secara langsung berdampak pada kemampuan untuk menghasilkan tulisan tangan yang rapi dan terkontrol.

3. Penggunaan Jargon dan Singkatan Medis

Sering kali, apa yang kita anggap sebagai “tulisan jelek” sebenarnya adalah tulisan yang berisi istilah teknis, singkatan, dan jargon medis Latin yang tidak kita kenali. Dokter tidak menulis narasi, mereka menulis instruksi teknis. Contohnya:

  • “S. 3 dd tab I ac”: Signa ter de die tabuletta prima ante coenam (Tandai tiga kali sehari satu tablet sebelum makan).

  • “gtt”: guttae (tetes).

  • “prn”: pro re nata (jika perlu).

Bagi orang awam, ini terlihat seperti coretan acak. Namun, bagi apoteker yang terlatih, ini adalah bahasa universal dalam dunia farmasi yang efisien dan padat informasi.

4. Prioritas pada Informasi, Bukan Estetika

Bagi seorang dokter, hal yang paling krusial adalah mencatat informasi medis yang akurat dan lengkap. Mereka fokus pada nama obat yang benar, dosis yang tepat, dan instruksi yang sesuai. Estetika atau keindahan tulisan tangan menjadi prioritas yang jauh lebih rendah. Dalam situasi darurat, kecepatan dalam mencatat informasi vital untuk menyelamatkan nyawa jauh lebih penting daripada menghasilkan tulisan yang rapi.

 

Apakah Tulisan yang Sulit Dibaca Ini Berbahaya?

Meskipun ada alasan di baliknya, tulisan dokter yang tidak terbaca jelas memiliki risiko. Sebuah studi oleh National Academies of Science’s Institute of Medicine di Amerika Serikat pernah melaporkan bahwa ribuan kematian setiap tahunnya terjadi akibat kesalahan medis, termasuk salah membaca resep.

Kesalahan interpretasi dosis atau nama obat yang mirip (misalnya, Celebrex vs. Celexa) dapat berakibat fatal. Inilah sebabnya peran apoteker sangat krusial. Mereka tidak hanya bertugas meracik obat, tetapi juga memverifikasi resep. Jika seorang apoteker ragu atau tidak bisa membaca resep, prosedur standarnya adalah menghubungi dokter yang bersangkutan secara langsung untuk konfirmasi. Ini adalah jaring pengaman terakhir untuk memastikan keselamatan pasien.

 

Solusi Modern: Era Resep Elektronik (e-Prescription)

Menyadari risiko ini, dunia kesehatan global, termasuk di Indonesia, kini bergerak menuju solusi yang lebih aman: resep elektronik atau e-prescription. Dengan sistem ini, dokter mengetik resep langsung di komputer, yang kemudian dikirim secara digital ke apotek.

Keuntungannya sangat jelas:

  • Menghilangkan Ambiguitas: Tidak ada lagi masalah salah baca tulisan tangan.

  • Mengurangi Kesalahan Medis: Dosis dan nama obat menjadi jelas dan akurat.

  • Efisiensi: Proses menjadi lebih cepat dan rekam medis pasien tersimpan secara digital.

 

(Indotribun/Faruq)

Komentar