Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12% pada Kuartal II 2025

Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12% pada Kuartal II 2025

Ekonomi210 Views

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,12% pada Kuartal II 2025

Indotribun.id – BPS melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal II 2025 mencapai 5,12% secara tahunan (yoy), meningkat dari 4,04% pada Kuartal I di tahun yang sama. Kinerja ekonomi nasional yang terus membaik ini juga tercermin dari perkembangan positif di berbagai wilayah. Sumatera mencatat pertumbuhan sebesar 4,98%, Jawa tumbuh hingga 5,42%, Kalimantan mencapai 4,95%, Sulawesi berada di angka 5,83%, sedangkan Maluku dan Papua mencatat pertumbuhan sebesar 3,3%. Sementara itu, konsumsi rumah tangga menunjukkan pertumbuhan yang stabil dengan angka 4,97% dan memberikan kontribusi signifikan sebesar 54,25% terhadap PDB nasional.

Istana Indonesia, melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, memberikan tanggapan terkait pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baru-baru ini menjadi perhatian publik dan menimbulkan beragam reaksi dari berbagai kalangan. Prasetyo menjelaskan bahwa data pertumbuhan ekonomi yang diumumkan berasal dari penghitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Ekonomi Indonesia
Ekonomi Indonesia

Proses penghitungan tersebut menggunakan data gabungan dari sejumlah komponen penting yang secara signifikan memengaruhi dinamika perekonomian nasional. Komponen utama yang digunakan meliputi konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi, hingga beberapa aspek relevan lainnya sesuai kondisi ekonomi. Ia menegaskan bahwa metode penghitungan yang diterapkan oleh BPS dilakukan dengan tingkat akurasi tinggi serta pendekatan sistematis, sehingga hasilnya merefleksikan kondisi ekonomi secara menyeluruh.

Di sisi lain, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menyampaikan bahwa pencapaian ini dapat menjadi momentum strategis untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi ke depannya. Rachmat menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak cukup hanya dinilai berdasarkan peningkatan angka saja, melainkan juga harus mengedepankan prinsip inklusivitas agar manfaatnya dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

Ia juga menyoroti pentingnya menciptakan pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Aceh di bagian barat hingga Papua di ujung timur nusantara. Menurutnya, langkah pemerataan ini merupakan kunci dalam memperkuat fondasi ekonomi yang kokoh dan berkelanjutan bagi masa depan bangsa.

 

Pandangan Ekonom Indonesia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II 2025

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengungkapkan bahwa data pertumbuhan ekonomi yang dirilis oleh BPS tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi riil perekonomian. Ia menyoroti adanya ketidaksesuaian pada beberapa angka, khususnya yang berkaitan dengan perkembangan sektor industri pengolahan. Bhima menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara data BPS dengan indeks PMI Manufaktur.

Kepala Ekonom BCA, David Sumual, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 yang diumumkan oleh BPS hari ini melebihi ekspektasinya. Sebelumnya, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya akan berada di kisaran 4,69%-4,81% akibat tekanan pada konsumsi masyarakat dan melemahnya kinerja sektor manufaktur selama periode tersebut.

Menurut David, investasi menjadi pendorong utama dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan laporan BPS, sehingga ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,12% secara tahunan. Investasi tercatat meningkat hingga 6,99%, level tertinggi sejak kuartal kedua 2021. Namun, David mengutarakan kebingungannya terkait lonjakan pertumbuhan sektor manufaktur yang mencapai 5,68% pada kuartal II 2025, setelah sebelumnya stabil di sekitar angka 4% sejak kuartal II 2022.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa metode penghitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) telah terbukti akurat dan tidak menunjukkan kejanggalan, karena seluruh komponen yang diperlukan telah diperhitungkan dengan cermat.

Secara teknis, tugas menghitung pertumbuhan ekonomi Indonesia sepenuhnya berada di bawah wewenang BPS, sedangkan pemerintah lebih berfokus pada menciptakan ekosistem yang mendukung agar komponen-komponen tersebut dapat berkembang secara maksimal. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki keterlibatan langsung dalam proses penghitungan tersebut.

Di sisi lain, sejumlah ekonom dari berbagai lembaga kajian menyoroti ketidakselarasan yang tampak pada data ekonomi kuartal II 2025. Salah satu ekonom yang memberikan perhatian lebih adalah Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), yang sependapat dengan David Sumual mengenai adanya anomali dalam lonjakan kinerja sektor industri manufaktur di laporan tersebut.

Bhima mempertanyakan ketidakkonsistenan antara tingkat pertumbuhan sektor manufaktur yang tercatat tinggi dengan data PMI Manufaktur yang justru menunjukkan kondisi berada di zona pesimis. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, M. Rizal Taufikurahman, menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12% (yoy) pada kuartal II 2025 perlu dianalisis lebih mendalam. Menurutnya, meskipun angka 5,12% menunjukkan pencapaian yang cukup baik, pertumbuhan tersebut masih belum cukup untuk mengatasi berbagai tantangan struktural yang terus membayangi perekonomian Indonesia.

 

Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi kedua di antara Anggota G20 dan ASEAN

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2025 berhasil mencapai 5,12%. Capaian ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di antara anggota G20 dan ASEAN. Keberhasilan ini didukung oleh stabilnya cadangan devisa, surplus neraca perdagangan yang berlanjut selama 62 bulan berturut-turut, serta rasio utang yang terkendali di kisaran 30 persen terhadap PDB. Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan beberapa negara lain, seperti Malaysia dengan 4,50%, Singapura 4,30%, Korea Selatan 0,50%, dan Amerika Serikat 2,0%.

Comment